Amatir


Matahari tengah berada di titik kulminasi.
Seorang gadis sibuk mengetik dan menuliskan suasana hatinya
Cucian belum kering juga
Kamar tanpa jendela, kedap dari terik yang menggila
Gadis itu menghapus kalimatnya
Entah apa yang ada dipikirannya
Ia hanya ingin menulis katanya
Cucian masih belum kering juga
Teringatlah pada masa depannya yang tak tahu dibawa kemana
Gadis itu mengetik lagi susunan huruf baru
Cucian masih belum kering juga
Adzan dhuhur masih belum berkumandang
Lagi-lagi ia menghapus kalimatnya
Ditanya oleh jiwa
Apa yang mau kamu bagi pada umat manusia?
Dia hanya diam tak bicara
Oh, rupanya dia hanya ingin menulis katanya
Teringat pada pemuda usia dua puluh empat
Ia melanjutkan kalimatnya
Jari-jarinya lincah memilih kata
Matanya cepat bergerak-gerak
Tapi lagi-lagi ia terdiam
Khawatir terbaca 
Ia hapus tulisannya
Cucian masih belum kering juga
Teringat pada beban tak terselasaikan
Kalimat sendu meluncur dari jarinya
Basi katanya
Akhirnya dihapus juga
Cucian masih lembap dan belum kering juga
Akhirnya gadis itu 
tidak menulis apa apa. 

Terlalu banyak berpikir, terlalu banyak khawatir, rupanya membuat kita nampak amatir.
Bukankah begitu wahai gadis? 

Jajirah Jatinangor,
28 Januari 2016
Nida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai