Ahmad Tohari, FIksi, dan Diriku

Selamat iqro wahai sekalian alam!

sudah beberapa pekan terkahir ini saya menelan karya karya Ahmad Tohari. Sejujurnya, saya hanya ingin menelan sastra lokal karena saya baru sadar, bahwa ternyata saya lebih akrab dengan sastrawan luar negeri.

Awalnya hanya mengambil asal beberapa novel dengan nama lokal dan alhamdulillahnya, berderet novel karya Ahmad Tohari terpajang di perpustakaan kampus. Sip, gayung bersambut, saya babat semua novel yang ditulis oleh seseorang bernama Ahmad Tohari itu.

Dan, ternyata, warbiasah~

Ahmad Tohari memiliki karya dan sudut pandang yang saya cari. Saya menyukai hampir setiap karyanya, alunan kata, alur cerita, tokoh, hikmah, dan perwakilan suasana yang digambarkan, jelas, penuh faedah.

Yah, memang sebenarnya sayanya saja yang kurang gaul, sebenarnya nama Ahmad Tohari telah lama mengkristal dalam antrian sastrawan legendaris Indonesia, hanya karena saya yang terlalu tenggelam dengan Tolstot, Chekov, Salman Rushdi, Pram, atau Mochtar Lubis... jadi saya tak melirik Ahmad Tohari, aih...

Saya sangat merekomendasikan teman teman yang mengaku suka fiksi untuk membaca karya Ahmad Tohari, dan selamat bersusah payah, hehe, karena karya Ahmad Tohari sudah sangat sulit didapatkan
xD

Novel Kubah menceritakan proses penyesalan dan pergeseran pemikiran seseorang mantan aktifis komunis. Memang, tidak seperti karya Pram atau Mochtar Lubis yang mengambil sudut positif dari komunis, Ahmad Tohari justru banyak melihat komunisme dari sudut pandang yang lain, dan saya suka sudut pandang yang diambil Ahmad Tohari. Meski ada hal yang harus saya akui, Ahmad Tohari memiliki idealisme yang kuat dan itu membuatnya sedikit tampak naif, menurut saya (no offense).

Gaes, sastra itu mewakili pemikiran politik penulisnya, catat. Terlepas, apakah sang penulis itu benar terlibat atau tidak, tapi karya tentu representasi dari keyakinan penciptanya. Maka, selain menikmati, telitilah membaca sastra.

Novel Di bawah Kaki Cibalak menceritakan tentang proses korupsi tingkat lurah dan persaingan politik antara pejabat dan Pambudi, rakyat biasa dengan pikiran yang bening, Saya pun juga sangat menyukai novel ini, latarnya sederhana, tapi konflik politiknya kuat dan menonjol. Ahmad Tohari menunjukkan kepolosan dan kelicikan kampung pada saat yang sama. Saya juga menyukai kisah cinta yang diangkat dalam novel ini, begitu realistis dan dramatis pada tempatnya. Pambudi lama memendam rasa pada seorang gadis ingusan dan perasaan itu hilang begitu saja ketika sang gadis juga termakan fitnah yang menimpa Pambudi. Ditambah orangtua sang gadis juga tidak menghargai usaha Pambudi, walhasil, jadilah Pambudi tak berniat sama sekali untuk memperistri sang gadis meski ia telah resmi dicerai oleh lurah di usianya yang ke 17.

Begitu dong laki-laki, punya prinsip, tidak lemah dengan perasaannya, kan keren.

Novel Jantera Bianglala adalah novel favorit saya. Saya sungguh terharu dan terbawa emosi dengan apa yang harus dialami oleh Srintil. Betapa ia telah bersusah payah mengumpulkan segala kekuatannya setelah terkucil masyarakat dan dipenjara selama dua tahun. Ia menanggung sanksi sosial sebagai mantan penari Ronggeng dan berakhir patah patah patah hati saat ia di manfaatkan oleh seorang lelaki yang baik tapi berniat jahat.. (tah, jadi orang baik atau jahat?). Dan bagian yang paling menakjubkan, menurut saya... adalah saat tentara Dukuh Paruk itu mengakui dan jujur dengan dirinya sendiri. Ia mengakui bahwa ia menyukai Srintil, meski ia bekas ronggeng, meski Srintil berakhir menjadi seorang wanita gila. Ia mengaku, dan ia merasa ada kebeningan dalam jiwanya. Aih...
apa yang lebih indah dari jujur terhadap diri sendiri? Ahmad Tohari, aku padamu~ 

Masih ada lagi beberapa novel Ahmad Tohari yang sebenarnya belum saya tamatkan, tapi sudah tertumpuk rapi di atas meja. Awalnya saya berniat untuk mereview novel satu per satu, tapi tapi tapi, berhubung saya telah mulai kuliah, maka buku kuliah pun menjadi lebih utama dari sekedar buku penghibur nalar dan imaji.

yang jelas, Ahmad Tohari menjadi salah satu inspirasi dan jawaban konkrit tentang konsep fiksi yang saya inginkan. Saya juga membaca sedikit biografi beliau, dan berakhir dengan sebuah senyuman pengertian mengapa Ahmad Tohari memliki karya cemerlang begitu. 

Setelah saya mendapat jawaban dan inspirasi, alhamdulillah, saya kemudian mengetahui hukum fiksi dalam Islam, yah, bunga yang beranjak merekah ini pun menjadi layu.

Aku yang bercita-cita untuk menjadi seorang sastrawan ini jadi mendung dan hujan.
cerita fiksi sama dengan berangan-angan dan membuat cerita palsu katanya.
terlepas dari semua faedah yang bisa kita dapatkan dari fiksi, saya tetap mengakui, ada mudharat yang boleh jadi, nilainya hampir sama dengan manfaat yang kita dapatkan. Saya juga teringat bahwa sedikit sekali ilmuan muslim yang membuat karya fiksi, apakah karena mereka tahu hukumnya? entahlah. 

Butuh beberapa hari bagi saya untuk kembali mengumpulkan keping-keping semangat untuk terus berkarya. Saya suka literatur sejarah, dan buku-buku ilmiah. Saya menelan buku Imam Al Ghozali, Muthahari, Ali Syariati, Sigmund Freud, Margaret Mead, Salim A Fillah, Muhammad Asad, Toynbee, juga yang lainnya. Tapi tetap tak bisa dipungkiri, sungguh saya menyukai fiksi dan bercita-cita untuk menyaingi Pramoedya.

Akhirnya, saya kembali merevisi cita-cita. Saya tetap akan meneruskan proyek novel yang sedang on going, tapi ia hanya akan menjadi sebuah karya pribadi yang mungkin, hanya akan di publish setelah saya selesai mengerjakan beberapa proyek non-fiksi. 

Saya tahu, fiksi masih kontroversial dan tidak abosolut haram, tapi bukankah lebih baik jika kita mengurangi hal-hal yang belum jelas hukumnya? hehehe...

Pada dasarnya, saya hanya seorang cupu yang hobi membaca, menulis, dan belajar.

Depok, 7 Februari 2017
Pukul 21.04 WIB
Malam berangin
Dari hati yang pertengahan
Nida.

Komentar

  1. Bagus, Psikolog dengan cita-cita bisa seperti Pak Pram. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. somehow, i think i know you, we already know each other, aren't we?
      but, thanks for the support, hope you can appreciate your own dreams, ntaps.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai