Psikologi sekuler dan Islam


Just like the tittle, i'll talk about psychologist view, of course with my own commentary. So...
Kebenaran hanya milik Allah semata, dan kesalahan adalah milik manusia yang tak henti belajar.

Kita semua rasanya sudah tahu, entah bagaimana, beberapa mukmin dan mukminah itu cukup skeptis dan memicingkan mata pada dunia barat dan segala antek-anteknya.  Seolah-olah, semua yang tidak bersumber dari Al Quran berniai salah dan penuh dosa. Segala pembuat teori yang namanya tidak termasuk 60 sahabat nabi yang dijamin masuk surga bernilai dhoif dan tak dilirik.

Gaes, bukan begitu cara berpikirnya...

Bumi ini hanya satu, tapi disana ada banyak dunia dan warna. Bukan karena Islam telah menetapkan mana halal dan haram, kemudian sang bumi hanya berwarna hitam dan putih. Islam tidak se-naif itu.
Saya mendengar beberapa komentar skeptis, yang tidak tahu ditujukan untuk siapa, bahwa psikologi sekuler banyak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Psikologi sekuler adalah bagian dari konspirasi di bidang keilmuan dan berusaha merusak umat Islam dengan paham-pahamnya yang dibuat oleh orang yang bukan Islam. Aduhh...

Sebelum saya mengikuti perkuliahan saya juga sempat berpikir begitu, sempat berpikir mengapa saya tidak mengambil psikologi Islam dari sekolah tinggi Islam saja, tapi... setelah kuliah dimulai, alhamdulillah...

Rupanya psikologi sekuler tidak se-bertentangan itu dengan Islam. Ia menjelaskan fenomena kejiwaan manusia dari hasil penelitian dan bagi saya, semua itu memperjelas hakikat dasar manusia. Kalau psikologi bilang manusia punya kecenderungan hidup untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, benar kan? Al Qur'an juga berkata begitu kan tentang manusia?

Memang belajar psikologi, antara takjub dan merasa terhina, semakin kita mengenal hakikat manusia, saya semakin malu menjadi manusia. Di satu sisi saya takjub dengan manusia dengan segala kemampuannya, tapi juga ironis bahwa ternyata kita, spesies berakal ini, memiliki basic needs yang menurut saya, sangat tidak bermoral. Maka disanalah fungsinya akal, untuk mengolah moral menjadi sikap, disanalah fungsinya Islam, memberikan batasan wajar bagi kejiwaan,

Dan tentu, semua kalimat saya ini,bukanlah sudut pandang seorang psikolog, hanya sudut pandang muslimah yang sedang belajar psikologi. Meski awalnya saya selalu migrain karena mengerutkan alis saat membaca pernyataan-pernyataan psikologi yang mengusik hati, tapi setelah berpikir lebih sering, alhamdulillah, sekarang saya bisa menikmati kuliah. Karena rupanya begitulah yang diperbuat psikologi sekuler, ia hanya menjelaskan kejiwaan manusia dengan berbagai penelitian, bukan untuk menentang agama, tapi agar kita lebih memahami manusia dengan sudut manusia itu sendiri. Bukan sudut ketuhanan seperti yang diajarkan agama.

Bukan, bukan berarti sudut pandang ketuhanan/keagamaan itu salah, itu benar, justru sudut pandang ketuhanan, menurut saya, bisa jadi obat preventif terhadap penyakit kejiwaan manusia.
Tapi adakalanya, kita perlu memahami manusia dengan baik, dengan sudut terdasar dari hakikat manusia itu sendiri.
Karena setiap jiwa itu unik, dan bukankah kita harus bicara sesuai dengan bahasa kaumnya? sesuai dengan bahasa jiwanya?
Al Qur;an juga menjelaskan manusia, maka psikologi yang membuat deksripsi lebih detailnya.

Wallahu'alam

Depok, 21 Februari 2017
Pukul 10.53 WIB
Basah sehabis hujan
Deras mengguyur
Menggenang kenangan
Nida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai