Aktifitas menciptakan Selera

Selamat Malam Semesta

Seperti biasa, blog adalah tempat saya  berbagi pengalaman pribadi, nilai nilai yang saya yakini, dan tulusan random tentang review buku atau apapun yang membuat saya terinspirasi.

Kali ini, sedikit flashback, sudah lama saya bergelut dengan psikologi, sudah hampir satu tahun setengah dan saya merasa, diri saya berubah, entah jadi power ranger warna apa, hehehe...

Perubahan ini baru saya sadari ketika saya ditawarkan aktfitas lapangan, teteh tuh harusnya kemaren ikut biar ada yang jadi panutan di lapangan, ujarnya sederhana. Saya hanya diam dan sejujurnya, hati saya sangat bersyukur tidak ikut acara itu. Sebuah acara pelatihan mental yang ada simulasi survival alamnya. Jadi peserta di barisin, dilatih mentalnya, disuruh aktifitas fisik semacam push up, dan ya diteriakin, gitu gitu lah...

Dulu, saat saya menjadi mahasiswa antropologi yang setiap semester ke lapangan, kegiatan lapangan itu buat saya sudah jadi makanan. Saya akrab sekali dengan perjalanan yang jauh dan berpeluh peluh. itulah kenapa, meski saya bukan anak anak TIM SAR, PMR, MAPALA, atau apapun itu, kalau diajakin tracking atau yah rada rimba dikit lah, saya bisa, dan saya mau, makanya, junior saya bilang gitu. Tapi... pas belajar psikologi jadi engga gitu? ya ga gitu juga...

Selamanya saya menyukai alam, tapi sayangnya saya lebih menyukai buku, hehehe.
Jadi, intinya, sejak di psikologi saya hampir tidak pernah beraktifitas di lapangan dan ya Allah eta bacaan kuliah, ga beres beres asli... Saya jadi sangat terbiasa dengan tulisan tulisan, ruangan, dan ketersediaan fasilitas. Sampai suatu ketika, teman saya menawarkan pelatihan tersebut. Entah kenapa, saya ngeri membayangkan pelatihan itu. Saya suka jalan jalan ke alam, tapi untuk camping dan saya harus mengabiskan seharian disana? entah kenapa, batin ini berontak, merasa tak sanggup membayangkan diri jauh dari kamar mandi, dan duduk di atas rumput terus menerus.

Yah, saat itu, saat pikiran ngeri itu muncul, saya sadar, ada jiwa petualang yang terkikis disini, hehehe. Bahkan setelah saya sadar pun, saya enggan bertaubat. Saat saya mengetik ini pun, pikiran saya tentang alam adalah taman yang disana ada kursi, alas duduk, kamar mandi, dan minimal cuanki, hhe. Kalau saya membayangkan diri naik gunung, seharian di atas sana, aduh, alis ini berkerut-kerut rasanya.

Bukan saya tidak mau lagi naik gunung, toh dulu saya pernah naik gunung, di ospek yang bikin saya jalan kaki seharian penuh bawa tas carrier super duper berat, tapi memori memori itu, sekarang, saya anggap sebagai memori yang menyakitkan. Rasa-rasanya aktifitas yang terlalu alam gitu, bukan saya banget. Biarlah itu jadi jati diri anak pecinta alam dan yang mengaku cinta alam, tapi.... yang jelas, bukan saya, hhe.

Saya tidak tahu, boleh jadi, saya sudah nyaman dengan kondisi laptop, buku, ruangan, dan serba ada. Bagi saya, alam adalah pemandangan yang harus saya nikmati dan dibuat lestari, selesai. Bukan untuk dijamahi, ya kan pertiwi? hehe

Nah, disini saya sadar, betapa aktifitas bisa membentuk selera kita. Dulu saya antropologi, aktif di lapangan, ga keberatan kalau ikut ikut naik gunung gitu meskpipun kalaupun ikut, saya yakin, saya pasti jalan di paling belakang dan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mengeluh, hehehe.  Sekarang, di psikologi yang bener bener membuat saya sibuk membaca berbagai hasil penelitian, membuat saya jadi ngeri memandang aktifitas lapangan. Bukan terkikis kali ya, bergeser seleranya.

Mungkin kah suatu saat saya akan berubah lagi? aih, kita mengalir sajalah

Depok
Malam terang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai