Postingan

Cinta pertamaku.

Sebenernya baru selesai nyusun materi. Mencari soundtrack, munculah lagu ini.  Maku aku yang kecil ini, teringat cinta pertamaku. Jika ditanya, siapa cinta pertamaku? bahagia aku menjawab: Allah. Demi apapun wahai Rabbku, Seumur hidupku, Engkau yang pertama yang salalu aku pikirkan sebanyak itu. Engkau cinta pertamaku.  Kasih sayangMu, menyelimuti alam semesta, cantik langit ciptaanMu, menghibur hatiku.  Setiap gelisahku, Kau selalu punya cara dan tanda untukku. Hanya aku yang tidak tahu diri, mengkhianati cinta ini dengan banyak maksiat diri huhu, sedih deh Tapi, rasa cinta ini masih ada, ada sekali Justru karena ada, malu aku dibuatnya.  Malu, karena Kau selalu mencintaiku, dalam buruk dan baik, dalam kotor dan bersih, dalam lapang dan susah. Allahku, Kau selalu baik. Selalu. Bagaimana mungkin, aku tidak cinta? Mungkin, aku hanya salah satu pecinta dari jutaan pecinta lainnta, yang mungkin, mereka mencintaiMu jauuh lebih baik dari aku. Aduh aku malu. Tapi, layaknya...

Kesepian

Emang paling nikmat, menulis saat lagi emosional. Wkwk, setidaknya, agar aku sehat, itu saja. Yah, jadi mungkin ini titikku, titik dimana ternyata akhirnya, sedih juga rasanya. Memang benar buku itu bilang, menjadi pemimpin adalah menjadi kesepian. Tim kamu, bukanlah temanmu. Kau anggap keluarga, tp mereka bisa meninggalkanmu kapan saja. Kau menaruh hati pada mereka, mereka hanya manusia, yang juga pilih pilih, pada siapa mereka menaruh hatinya, dan kamu, belum tentu mendapatkannya. Tapi kalau kau tidak menyukai mereka, kau membawa kebinasaan pada banyak manusia. Hingga, kau tak punya pilihan, selain cinta bertepuk sebelah tangan. Lagi lagi, bicara hal hal yang bertepuk sebelah tangan... sakit, itu saja.. Di usia ku ke 30, terjadi beberapa kali, aku hanya bertepuk sebelah tangan, dan ternyata, memang itulah peran, tugas, dan perasaanku yang seharusnya, saat mendapat suatu amanah. Memang amanah, adalah musibah. Bukan hanya urusannya yang banyak, tapi perasaan kacaunya juga tak kalah ban...

Misteri.

Terkait kisah retaknya persahabatan kami, memang sahabat bukan sembarang sahabat si itu. Di hari air mata mengalir, disitu aku tak tau harus berdoa apa selepas sholat, kerjaku hanya menangis saja, dengan mukena dan sajadah yang terhampar. Singkat cerita, berlalu lah sebulan kemudian. Saat hati telah mantap, yasudah, mungkin memang ada yang harus pergi, ada yang tinggal di hati. Aku sudah tidak naif lagi. Juga, terasa olehku, Allah hibur aku dengan datangnya yang lain, yang klik, saling menolong, dan yah, semacam pengganti mungkin (?) Hatiku telah belajar. bahwa bertepuk sebelah tangan itu, seharusnya dilepaskan. Lalu ia datang kembali, bercerita bahwa setelah kejadian itu, aku hadir di mimpinya 2 Minggu berturut turut tanpa jeda, membuatnya merasa bersalah tak karuan, hingga ketika hari dimana aku tak lagi muncul di mimpinya, ia sedikit merasa lega. Maka terujarlah maaf, dan sebuah genggaman tangan yang erat. Kami kembali bercerita, bersenda gurau seperti biasa... Tapi, aku kosong. Tak...

Waktu

 Aku mencoba, menghapus mereka yang tak perlu, dari hatiku. Sebagaimana mereka, menganggapku sekedarnya. Aku mengakui bahwa sedih ini, adalah kebodohanku sendiri, dan hari hari terjalani, dengan kondisi hati yang berbeda dari sebelumnya. Tapi, kupikir itu mudah. Nyatanya nyes nyes selalu ada. Setiap ku ingat, bahwa aku hanya sekedarnya, masih nyes rasanya. Padahal waktu bersama kita itu panjang dan lama. Siapa sangka, kita menjadi asing dengan mudahnya. "kalau memang ga cocok, semesta akan memisahkan kamu dari siapapun itu, akan selalu ada jalan, untuk memiisahkan" Mungkin ini maksudnya. Padahal aku sudah berusaha, bertanya, ada apa dengan kita. Tapi semakin sakit, saat melihat respon dinginnya. Barulah ku sadar, hangatnya, hanyalah sifat belaka. Ternyata, aku ke ge-eran begitu lama. Ngenes. Sahabat bertepuk sebelah tangan. Sad girl~ dan, butuh waktu, sampai kapan ya... agar nyes nyes ini hilang. Memang aku introvert, kaya ga butuh teman, tapi ternyata, sakit juga. Tapi yasud...

Posisi

Setiap kita, punya tempat dan posisi di hati orang lain. Kita saling menempatkan satu sama lain, dan aku, baru sadar sekarang. Benar kata dosenku dulu, aku naif, naif mampus. Sekilas aku mendengar kalimat iri dr sahabatku, sekilas aku mendengar kalimat merendahkan dari sekitarku, sekilas, aku sedih sedetik, kemudian ku abaikan.  Sahabat tetap sahabat, terdekat tetap terdekat. Nah, disitulah bodohnya. Baru sekarang aku menangis kan, rasain, ya itu karena aku memendam kebodohan begitu panjang. Padahal sudah diingatkan, jangan naif. Maksudnya, jangan polos, jangan bodoh, jangan mengabaikan detail penting di sekitarmu. Kalimat sekilas sekilas itu, terungkap sudah, bahwa ternyata memang, tempat dan posisimu di hati mereka, tak lebih dr sekedar tontonan belaka. Minta pendapat dan bercerita padaku, tak selalu ada artinya. Sekali kau berantakan, langsung disebutkan. Sekali kau membuat kesalahan, langsung diperhatikan. Aih... Lama aku tak menangis setulus ini. Patah rasanya, menyadari bahwa...

Takut

Memang manusia punya pikiran yang liar. Sulit dikendalikan, menyasar segala arah sana sini. Tetiba takut. Segala pikiran buruk hingga yang terburuk muncul apa adanya. Soal anak, tak bisa diganggu gugat. Muaraku, bagian dari diriku. Takut, hal buruk terjadi, dan aku, entah bagaimana, mungkin kehilangan cara menjalani hidup ini. Semoga, semua pikiran buruk ini hilang dengan kenyataan yang membahagiakan. Sehat, sehat, sehat. Ya Allah, kabulkan doa seorang ibu yang mencintai Engkau dan anugerah yamg Engkau berikan ini. Larut dan gelisah.

Sulit

adalah mengakui bahwa cacat diri itu ada. Pengakuan dewasa, yang mau belajar, mau menerima, mau memaafkan, dan melihat itu sebagai hal biasa. Adaptif, adalah ciri mental sehat dan kuat. Ia tidak rigid, ia fleksibel, ia lentur, ia bertumbuh. Dan aku, ingin seperti itu. Ternyata sulit keluar dr diri yang perfeksionis ini. Aku tak suka perfeksionis diriku. Banyak hal aku tak suka dari diriku. Mungkin, aku harus mencari pertolongan. Haruskah?  Ternyata. Sulit.