Postingan

Terima Kasih

Aku, adalah orang yang sibuk di dalamnya.  Aku ingat betul kesalahan-kesalahanku. Dalam sunyi kusesali dengan istigfar yang yah, sampai anakku bertanya, umi kenapa istigfar terus? Banyak dosa uminya, jawabku singkat, padat, dan pilu. Dalam banyak situasi, aku khilaf kata dan sikap. Pada banyak pertemuan, tak terasa kalimat yang membuat canggung terlontarkan.  Aih... malam ini aku baru selesai menyelesaikan tugas administrasi seorang Kepala. Dipikir-pikir, aku sudah berusaha.  Terima kasih wahai diri, untuk semuanya. Kamu sudah berusaha menjadi ibu yang baik, perhatian, mengamalkan ilmu yang kamu tau, disiplin, dan jadilah anak-anakmu yang juga disayang orang-orang Kamu sudah berusaha me-manage rumah-kerjaan-juga pendidikan anak-anakmu hingga tetap mampu disiplin waktu pada kedua anakmu. Kamu mampu menidurkan mereka setiap hari sebelum jam 9 malam, kamu mampu sarapan, makan siang, dan makan malam bersama anak-anakmu di jam yang sama setiap harinya, kamu mampu memandikan mereka di jam ya

Mereka yang Selesai

 Di dunia ini, berapa banyak orang yang selesai dengan dirinya sendiri? Ah, aku rasa para nabi adalah contoh terbaik dari penerimaan takdir dengan tulus hati. Betapa berat menjadi nabi Yaqub as, yang kehilangan anak kesayangan dan lebih menyakitkan lagi, anak-anaknya yang lain lah yang juga membuang anak kesayangannya. Ia tahu, dari awal beliau sudah tahu hanya dengan melihat  mata anak-anaknya, tapi ia berpura-pura tidak tahu, menahan sabar bertahun-tahun, setiap detik ia berharap, bahwa Yusuf, baik baik saja... sebagai orang tua, bagaimana rasanya? Aku telah menjadi ibu, kubayangkan rasa sakit nabi Yaqub as, aih, perih hati ini, dan tak terasa, air mataku mengalir, ingin tersedu sedan, semakin dibayangkan semakin menyesakkan.  Belum lagi, terkadang aku marah dan kesal dengan masalah yang timbul tenggelam, tapi dalam lamunan, berkelabat kisah nabi Nuh as, ia tak di dengar, bahkan oleh keluarganya sendiri, selama berpuluh-puluh tahun, lah, ceritaku? tak ada seujung kukunya, aih, sebesa

...

Manusia sibuk menyangka nyangka, aku juga manusia. Lalu kubilang, berhenti.  Maka berhentilah segala kelebatan.  Kubuka laptop, kutinggalkan 2 malaikat kecilku yang pulas tertidur.  Mungkin aku masih fasik, karena kuputar musik agar sedikit berisik.  Setidaknya, pikiranku tidak berisik.  Mulailah aku asal menulis saja. Berharap ketenangan akan datang.   Aku ditakuti beberapa orang, bisa baca pikiran, kata mereka. Hatiku tertawa mendengarnya, ingin terbahak, tapi adab harus lebih dulu daripada ilmu.   Manalah mungkin aku bisa membaca pikiran orang,  aku tidak sakti, hanya sedikit lebih peka tentang ekspresi. Lagipula,  aku punya banyak  hal yang harus dipikirkan, kenapa pula harus kupikirkan setiap raut, gestur, dan ekspresi wajah orang orang.  Aih.... Terus lagi, dasar mulut orang, paling senang menambah-nambahkan cerita yang dianggap kurang,  jadilah aku tertumbal. Jadilah aku yang tidak  disenangi orang  karena suatu  hal yang tidak aku lakukan. Aih,  terus aku harus apa? Diam adalah

A Mother

Punya anak lagi, yeay!!! Yup, menjadi ibu dari 2 anak memberikan tantangan, kelucuan, dan kesegaran baru di rumah. Aih, indahnya. Aku tidak bilang aku tidak lelah, hanya semangatku untuk merawat dan membesarkan mereka lebih besar dari lelahku. Memang, menjadi orang tua adalah pekerjaan orang dewasa. Kita belajar banyak sekali tentang kehidupan, ego, mengelola cita cita dan impian. Bagiku, ini indah. Ibu, adalah status tinggi  Sosok tak mau kalah yang lucu dan menggemaskan Sosok berani dan pekerja keras yang tak bisa dibandingkan Dan menjadi seorang ibu, adalah sebuah kebanggaan. Bagiku, merawat belahan jiwaku adalah impian yang jadi kenyataan. Di dunia ini, ada makhluk kecil yang membutuhkan kita, hanya kita, adalah sebuah perasaan yang istimewa. Setidaknya kita akan selalu istimewa di hati anak anak kita. Sebagaimana mereka sangat istimewa bagi kita ❤️ Mendung mesra Purwakarta.

Halus Hatinya

 Jadi begini. Betapa lucunya.  Masa ada orang berpikir bahwa hanya dia yang menangis yang halus hatinya. Duh, dangkalnya. Ketika seseorang tak menangis, tak bergeming, tegar, tersenyum, bertahan, dan tetap profesional, tanpa derai drama dan kesedihan yang diungkapkan, keahuilah, ia sedang memeluk dirinya sendiri. Ia juga punya hati yang ia jaga, ia juga halus hatinya, ia juga tak pantas menerima semua perkataan dan sikap kasar yang dikeluarkan, meskipun ia tidak menangis dan terus bekerja. Memang, sejak kapan halus hati seseorang diukur dari air mata yang dikeluarkan?  sejak kapan lembut hati seseorang diukur dari kesedihan yang diungkapkan? Mana riwayat sejarah, dasar teori, dan siapa tokoh cendikiawan atau ulama yang mengatakan hal tersebut?  Kemanusiaan. Sesungguhnya hanya butuh sebuah kemanusiaan untuk kita bisa mengerti. Bahwa setiap manusia adalah makhluk berakal dan ber-hati. Ia punya pikiran dan juga perasaan. Seperti kata pepatah, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati man

Dunia Orang Dewasa

Tidak terasa, usia sudah mau kepala tiga. Sudah beberapa tahun aku menyelami dunia dewasa ini. Sebuah belantara yang tak kukenal sebelumnya. Menjadi seorang ibu, adalah bagian terbaik  dari sebuah kedewasaan. Makhluk mungil lucu yang menyayangi kita tanpa batas adalah sebuah keajaiban yang sangat patut disyukuri. Menjadi ibu merubah seluruh jati diri ini, membuatku bertumbuh, berkembang, menjadi pribadi yang semakin utuh. Aih... Menjadi istri, adalah impian yang ternyata sebuah ujian sekaligus perjalanan. Tak kusangka, beginilah aku ketika menjadi istri. Pikirku, aku adalah tipe istri yang berbakti saat gadis dulu. Hah, ternyata tidak Ferguso. Perempuan tetaplah perempuan. Rupanya istri yang cukup menyebalkan juga diriku ini, sampai-sampai kuberpikir, jikalau aku harus membangun rumah tangga lagi, sepertinya engga deh. Karena aku tau, siapa aku saat menjadi istri. Aku merasa tidak mau mengulang segala salah yang pernah aku lakukan. Tapi, lagi-lagi istri adalah sebuah perjalanan. Dalam

Pribadi

 Darimana aku harus memulai semua penjelasan ini. Blog ini adalah semua tentang aku, yang mungkin tidak akan ada manfaatnya bagi orang lain. Maka berhentilah membaca, cukup sampai disini saja. Ternyata, tidak semua dunia kerja itu sama, barulah aku tau. Tidak semua lingkungan islami itu nyaman, barulah aku rasakan. Aku telah berusaha menyelami kehidupan baru, lingkungan baru, jenis pekerjaan baru. Semuanya baru, oh ya, aku lupa... baru dan berantakan. Aku si penegak keadilan ini tentu bertindak ini itu untuk meluruskan. Tahun demi tahun berjalan, dan proses ini, ternyata menyakitkan. Setidaknya bagiku.  Luka ini pun menganga. Kekecewaan  kian tak terobati. Hasrat diri ingin menjauhi lingkungan ini. Begitulah lintasan hati yg terus muncul sulit terkendali. Tapi dasar topeng tebal ini telah terpasang begitu adanya. Aku yg terseret seret ini selalu saja bertindak sebagaimana mestinya. Mendahulukan apa yang perlu, ketimbang apa yang aku mau. Kata orang,  itu namanya kelebihan, kata aku, in