Posisi
Setiap kita, punya tempat dan posisi di hati orang lain. Kita saling menempatkan satu sama lain, dan aku, baru sadar sekarang.
Benar kata dosenku dulu, aku naif, naif mampus.
Sekilas aku mendengar kalimat iri dr sahabatku, sekilas aku mendengar kalimat merendahkan dari sekitarku, sekilas, aku sedih sedetik, kemudian ku abaikan.
Sahabat tetap sahabat, terdekat tetap terdekat. Nah, disitulah bodohnya.
Baru sekarang aku menangis kan, rasain, ya itu karena aku memendam kebodohan begitu panjang. Padahal sudah diingatkan, jangan naif. Maksudnya, jangan polos, jangan bodoh, jangan mengabaikan detail penting di sekitarmu.
Kalimat sekilas sekilas itu, terungkap sudah, bahwa ternyata memang, tempat dan posisimu di hati mereka, tak lebih dr sekedar tontonan belaka. Minta pendapat dan bercerita padaku, tak selalu ada artinya.
Sekali kau berantakan, langsung disebutkan. Sekali kau membuat kesalahan, langsung diperhatikan. Aih...
Lama aku tak menangis setulus ini. Patah rasanya, menyadari bahwa aku, bukan siapa siapa.
Bukan dia yang salah, hanya aku yang bodoh. Mengabaikan semua fakta penting yang telah terjadi berulang kali.
"sama orang itu, sekedar dianya aja, kalau dia kasih kamu 50, ya kamu juga kasih dia 50, jangan lebih, sudah"
"kalau sahabat, ga ada iri, ga ada ngomong kaya gitu, berati dari dulu, ya kamu memang bukan siapa siapa buat dia, tuh buktinya, gampang aja dia cut off kamu, reach out kamu aja engga"
aih...
no drama, just leave.
Dan sudut pandangku, berubah.
Bahwa manusia, punya hati yang berbeda beda, dan aku harus sadar, dimana posisiku berada.
Untung aku punya anak, pengalihan kesedihan mudah sekali aku dapatkan.
Kembali fokus pada diri, Ilahi, suami, dan darah dagingku sendiri. aih...
markiper
mari kita perbaiki diri. hehe
Sedih deh
Temanku yang tadinya sedikit, jadi se-uprit, atau memang jangan jangan, dari awal, temanku hanya se-uprit ya...
Yasudah, lagi lagi, selalu yasudah.
Mendung
Adem
Seger
Nida.
Komentar
Posting Komentar