Gadis yang Kehilangan Senyumnya

masalahnya ada pada dirinya.
dia yang patah hatinya.
dia tahu hatinya telah patah, tak  lagi utuh seperti sedia kala.
ayahnya menyakiti ibunya, membuat air mata ibu menjadi pemandangan sehari-harinya.
ibunya menyakiti ayahnya, keduanya tak berpisah, tapi saling menyakiti satu sama lain.
yang sakit akan menyakiti, yang menyakiti itu juga yang sakit, yah begitu kira-kira siklusnya.

lalu sebagai anak yang menjadikan orang tua sebagai mataharinya, hatinya patah.
sudut pandangnya tentang dunia tak  lagi sama.
matahari, hujan, daun yang jatuh, angin yang menerbangkan kain bajunya, hilir mudik manusia, hampa baginya.

kemudian gadis tukang senyum itu menikah.
seorang laki-laki memperlakukannya dengan sangat baik.
sayangnya, laki-laki itu harus menerima sikap buruk gadis yang dulu baik itu.
iya menyalahkan keadaan suaminya, merasa sempit dengan kehidupannya, dan mengeluarkan  kata-kata menyakitkan bagi suaminya.
sungguh malang nasib lelaki itu
gadis yang ia kira baik, ternyata hanyalah gadis yang telah  patah hatinya
yg hatinya penuh dengan lakban dan terkadang tersobek beberapa kali
maka darah muncrat dan menciprat hati lelaki itu.
lelaki itu bertahan, mencoba menjadi suami yang tegar.
tapi hari-hari berlalu dan gadis itu tak juga sembuh

malang sekali gadis itu
ia tahu ia yang salah, bukan keadaan, atau orang tuanya.
ia tahu ia telah menyakiti suaminya.
kemudian ia semakin terluka karena rasa bersalah dalam dirinya.
dari luar gadis itu nampak sangat baik baik saja
ia bisa tersenyum dan tertawa, hanya tidak sesering dan seindah dulu.
ada pelangi yang hilang di matanya
ada gula yang telah habis pada bibirnya
dirinya tak lagi menebar manis pada sesama.

gadis itu menangis dan menangis
menangis menangis dan menangis

apa yang harus diperbuatnya?
menerima?
menerima bahwa orang tuanya bukanlah sosok hebat yang didambakannya?
menerima bahwa hidupnya kini tak seperti yang dibayangkannya?
menerima?
kemudian ia menangis lagi
untuk siapa ia harus menerima? ia bertanya-tanya
untuk tuhan yang  telah memberikan keadaan ini? untuk suaminya agar ia tak lagi terluka?
rasanya hatinnya yang penuh tambal itu seperti mau sobek lagi
entah kenapa, menerima menjadi sesuatu yang menyakitkan baginya

ia tak ingin sakit, maka ia tak mau menerima.
ia biarkan tambalan2 itu bertahan, ia tak ingin hatinya dijahit dengan penerimaan yang sakit.
ia memilih untuk terus menambal dan menambal
sampai kapan?
sampai suaminya patah hatinya karena kelakuannya?

jangan dong, bisik hatinya.
gadis itu tak mau melukai siapa siapa
tapi ia juga tak sanggup memberikan senyumnya yang lama
apa benar kata pepatah? hati adalah kertas yang kalau sudah rusak, ia tak akan kembali seperti semula.

kemudian ia menetap, yasudahlah
berbuat baik sajalah
ia tak mau tahu soal terima menerima
jalani saja hidup dengan kebaikan sebisanya.
jika tak bisa tersenyum, setidaknya jangan menyakiti.

Mau gelap, mendung cerah atau hujan
aku tak suka.
Nida

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai