Aku dan Agamaku



Aku dan Agamaku
                Aku. Siapa sih aku? Apa sih aku? Ada apa dengan aku? Aku itu bagaimana? Untuk apa aku ada? Yah, sudah seperti teknis wawancara 5W+1H, atau memang itu teknis wawancara? Ya sudahlah ya, itu bukan hal yang penting. Mau teknis wawancara atau bukan, yang jelas pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling dasar, yang karena ada di dasar banget seringkali “kamu” atau “aku”, dan lebih tepatnya “kita” melupakannya.
                Dalam filsafat ilmu pengetahuan sosial, pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang harus dijawab, karena jika kita tidak bisa menjawab pertanyaan itu, maka kita akan menjalani hidup ini dengan penuh rasa penat. Kenapa? karena kita tidak tahu tentang siapa diri kita dan buat apa kita disini. Sudah menjadi hukum alam kalau kita tidak mempunyai tujuan yang jelas, maka apapun yang kita lakukan akan terasa lelah, letih, lesu, lunglai, loyo, dan lemah. Hhe.. Dan itulah yang membuat kenapa saat ini umat manusia mudah sekali stres. Jelas, karena banyak dari kita yang tidak tahu tentang hakikat kita sendiri. Jadi, harus bagaimana? Ya, harus dicari tempe, eh tahu maksudnya. hhe..
                Beruntunglah kita yang memiliki agama. Kenapa? Karena kita tidak perlu repot – repot mencari tahu tentang hakikat diri kita. Di dalam agama itu sudah dijelaskan secara jelas dan gamblang tentang hakikat diri kita, yang perlu kita lakukan adalah mempelajari agama kita. Agama itu bukan serangkaian huruf yang disusun rapi dan ditulis di kartu identitas kita, juga bukan satu kata yang dikeluarkan untuk menjawab sebuah pertanyaan, agama tidak hanya sekedar itu. itulah mengapa kita harus mempelajari agama kita.
                Nah, sudah jelaskan. Sekarang, kita bicara Islam sebagai agama. Di dalam Islam, lebih tepatnya Al Qur’an, Allah telah menjelaskan hakikat kita sebagai manusia, dan tanpa repot – repot Allah telah menjawab semua kegalauan tentang hakikat diri kita. Dalam surat Al Haj ayat 78 dikatakan :
هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
                Dari ayat tersebut sudah dijelaskan secara gamblang. Tidak perlu dilihat, diraba dan diterawang lagi kan? hhe.. Allah mengatakan bahwa sejak jaman dahulu hingga sekarang bahkan nanti sampai akhir zaman, nama kita adalah “muslim”. Agama kepasrahan kepada Allah, Nabi memang diturunkan berurutan, dengan keunikan syari’at yang sesuai dgn zamannya, tetapi intinya tetap kepasrahan kepadaNya. Dan mata rantai kerasulan itu berujung pada Nabi Kita Muhammad saw, maka kita diperintah untuk disiplin berpegang teguh pada agama yang mudah ini. Dalam surat Al Anbiyaa’ ayat 92 dikatakan :
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
agama Tauhid (Islam) adalah agama kita semua dan Aku (Allah, buka saya ya, hhe) adalah tuhanMu, Itu berarti kita adalah hambaNya dan seorang muslim. Oke, sudah terjawab satu pertanyaan, Siapa aku? Aku muslim dan aku adalah hambaNya.
                Oke, kalau aku muslim dan aku adalah hambaNya, terus? terus diterusin bacanya, hhe.. Kemudian Allah menjelaskan tentang apa yang harus kita lakukan, dalam surat Adz-Dzariyaat ayat 56 dikatakan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
                Allah, tuhan kita Yang Maha Keren telah menjelaskan kalau kita itu hidup di dunia untuk mengabdi kepadaNya. Tidak kurang dan tidak lebih. Secara tersirat ayat ini bicara tentang kontribusi. Yap, kontribusi. bukankah mengabdi merupakan bentuk kontribusi?
Ssst... surat AL Hajj ayat 78 yang disampaikan di atas, ada bagian depannya loh..sengaja ditempelnya disini, untuk menegaskan ciri khas agamaku dan agama kita semua:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ
Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama orangtua kalian: Ibrahim.
Islam ini gak ribet, gak susah dan gak nyusahin, sebenar benar jihad adalah meniti kesungguhan dalam hidup, serius gak main main, seperti Nabi Ibrohim ayahanda kita semua yang keukeuh dalam tauhid.

Maka, setelah kita menyadari bahwa kita adalah seorang muslim yang merupakan hamba Allah dan dituntut untuk mengabdi kepada Allah, lalu sudah sampai mana pengabdian kita? atau dengan kata lain, kontribusi apa saja yang telah kita berikan untuk Islam? Ini adalah pertanyaan yang patut untuk kita renungkan, dan kalau pertanyaan tadi kita dapat menemukannya dengan mudah di Al Qur’an, untuk pertanyaan yang ini, hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri. Itulah aku dan agamaku.          

Nida Tsaura S. Antropologi'2011. Universitas Padjadjaran




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai