Tempurung



Kalian tahu darimana penyebutan "Bule" untuk orang asing berasal? Yap, dari foto bapak-bapak di atas. Namanya Benedict Anderson. Waktu Indonesia dulu dijajah (emang sekarang udah merdeka? emm..), Benedict Anderson adalah salah satu orang asing yang tidak ingin dipanggil tuan. Ia ingin hidup dan dipandang sama oleh pribumi, orang melayu seperti saya. Makanya, ia minta dipanggil 'Bule' dan sejak saat itu, saya, dan kebanyakan orang Indonesia, menyebut orang asing yang kita lihat sebagai 'Bule"

Hiduplah di Luar Tempurung! kata pak Benedict, itu, yang fotonya saya pajang di sebelah kalimatnya yang... saya pun ga ngerti dia ngomong apa, cuma karena keliatannya keren, saya ambil aja tulisannya yang itu. Jadi, udah keliatan keren belum? he..

Kemarin, saat mendung yang berakhir hujan deras, diskusi Cak Tarno membedah bukunya om Ben yang berjudul Hidup di Luar Tempurung. Bukunya bagus, ia membahas kotak-kotak sosial yang ada di sekitar kita. Kenapa ilmu pengetahuan harus dipisah-pisahkan? Kimia, Sejarah, Kedokteran, dan lain -lain? Kenapa harus ada peraturan S1 dan S2 sebaiknya linier? Kenapa manusia senang membuat-buat kotak, memisah-misahkan yang sebenarnya tidak terpisah? Kotak-kotak inilah yang disebut tempurung.

Bagi om Ben, ia hidup untuk meneliti. Ketika ia tinggal di Filipina, ia menulis bagaimana kebiasaan orang Filipin bahkan ia sengaja belajar bahasa tagalog agar dapat memposisikan diri sebagai orang Filipina. Di Indonesia? Jangan ditanya, Benedict Andreson telah mewariskan banyak buku tentang Indonesia dengan segala kulturnya.

Maka, Om Ben idak suka mengkotak-kotakan segala sesuatu, jika ia ingin meneliti, maka ia akan mempelajari ilmu itu, tidak peduli, linier atau bersebrangan. Selama itu untuk kebaikan umat manusia, pasti bermanfaat. Maka dari sana, kemudian Benedict Anderson itu berkata, hiduplah di luar tempurung!


Ah, butuh keberanian yang besar untuk hidup di luar tempurung bukan? Kita tidak hanya harus melawan arus sosial yang ada, tapi kita juga harus bisa membuktikan bahwa kita akan bertahan. Dan untuk melakukan itu, butuh kekuatan yang besar.

Saya? Bagaimana dengan saya? apakah saya akan menganut pahamnya om Ben untuk hidup di luar tempurung? Ah, saya mah gitu orangnya...  Saya hidup sesuai dengan tujuan saya saja. Apakah itu masuk ke dalam tempurunga atau di luar tempurung, saya siap dan harus siap untuk menanggung resikonya.

Just be brave to take your own way.
Siapapun yang berjalan dijalannya, pasti akan sampai.

Iya kan?

14-11-2016
Jakarta Selatan
Cuaca: Di luar kantor hangat menyengat
Dari hati yang normal
Nida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai