Memilah Urusan

Jadi gini ceritanya,

Pada zaman dahulu kala, seorang perempuan dikenal sebgai perempuan yang sangat baik. Ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi, rajin menabung, dan tak segan untuk mengulurkan tangan pada siapapun. Gadis itu memang lincah, memang lucu, memang menyenangkan. Karena ia pun senang dengan keadaan dirinya sendiri. Bukan kah sudah menjadi pengetahuan umum, siapa yang nyaman dengen dirinya, akan membuat orang lain nyaman, iya kan?

Gadis itu memiliki banyak sahabat. Mereka peduli padanya begitu juga gadis itu. Hanya, gadis itu tak banyak berkata, tak banyak mengeluarkan kata kata manis. Tapi ia selalu berusaha untuk orang orang disekitarnya. Gadis itu suka sekali main, namun, waktu bergulir dan hidup semakin menampakkan wajah yang sebenarnya. Orang-orang sibuk saling memberi bantuan, termasuk gadis itu. Memang ia tak pikir panjang, memang ia ceroboh dan tergesa-gesa. Memang. Ia hanya berpikir untuk membantu, selesai.

Ia terus begitu
terus
terus
terus begitu

Orang-orang begitu menyukainya, mereka terbantu dan gadis pun ikut bahagia. Ia selalu suka melihat tawa manusia lainnya. Ia juga mendapatkan kehangatan kemanusiaan yang tak biasa. Gadis itu merasa bahagia.

Namun, gadis itu tak tahu apa yang terjadi, waktu berjalan namun terkadang tiba tiba air matanya mengembun begitu saja, dimana saja. Di bis kota, di trotoar jalan, atau sekedar di halte saat menunggu angkutan umum lainnya. Embun itu tak pernah berhasil jatuh. Karena sang gadis selalu menyeka dan ia juga tak tahu mengapa embun itu ada disana. Terkadang, tiba-tiba tenggorokannya, dada, dan kepalanya sakit begitu saja, dan ia menahannya. Ia tak tahu kenapa, memang, ia gadis tanpa pikir panjang.

Gadis semakin dewasa. Ia bertemu banyak orang dari berbagai usia. Ia mendapat goncangan secara bergantian. Ia terkejut, menangis, dan kembali tertawa. Gadis itu semakin dewasa.

Suatu ketika, terpikir oleh gadis, mengapa aku se repot ini? lirikan matanya konsisten memperhatikan jalan yang lalu lalang. ini bukan urusanku. 

Kalimat itu terus terngiang di kepala gadis sampai suatu titik, gadis paham, bahwa tak semua urusan adalah urusannya. Tak semua permintaan harus dipenuhi. Ia memiliki keterbatasan diri. Ia harus mulai berbuat baik pada dirinya sendiri. Adakalanya, tak membantu adalah membantu. Biarlah mereka menjadi mandiri, biarlah mereka berjalan sendiri. Toh, gadis telah menunjukkan jalannya, toh, gadis telah menunjukkan cahayanya.

Gadis berpikir lama bersama waktu yang mengudara. Ia bertanya pada angin, rumput, kucing yang tergeletak, juga ayahnya. Apakah ia benar? Adakah kesalahan pada pemikirannya?
...

Kemudian gadis menjadi lebih tegap. Ia tahu, mungkin ini alasan dibalik embunnya yang tiba tiba. Gadis mengeluarkan catatan keciilnya dan menulis.

Tidak semua urusan harus diurus. Tidak semua bantuan harus dibantu. 
Pendidikan memiliki bentuk yang beragam
Terkadang, membiarkan juga bagian dari pendidikan

Perlahan gadis mulai berkurang kesibukannya.
Waktu berjalan dan para sahabatnya bertanya, kemana gadis? Gadis menjelaskan ketidakberadaannya. Mereka mengangguk, sebagian mengerti, sebagian tak rela, sebagian tak terima, sebagian marah, dan sebagian lainnya lupa pada cahaya yang pernah gadis beri.

Embun gadis keluar lagi. Kali ini, ia membiarkannya mengalir sepuasnya.
Betapa kepedulian memiliki bentuk yang beragam. Bukankah kemarahan dan tidak terima adalah sebentuk peduli? bisik hatinya

Kemudian gadis kembali mengeluarkan catatan kecilnya dan menulis

Kita hanya butuh waktu
Untuk mengobati luka
mengerti sebuah alur cerita
memahami realita
mengerti duduk persoalannya
memberi maaf pada semesta
memilih sikap pada dunia
dan tertawa bersama 

Kita, hanya butuh waktu 

Tugas kita adalah terus berusaha
Lakukan yang benar
Benar-benar lakukan. 

Biarkan waktu,
melakukan perkejaannya

Depok,
26 Maret 2017
Cerah!
Nida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai