Mereka yang Selesai

 Di dunia ini, berapa banyak orang yang selesai dengan dirinya sendiri?

Ah, aku rasa para nabi adalah contoh terbaik dari penerimaan takdir dengan tulus hati.

Betapa berat menjadi nabi Yaqub as, yang kehilangan anak kesayangan dan lebih menyakitkan lagi, anak-anaknya yang lain lah yang juga membuang anak kesayangannya. Ia tahu, dari awal beliau sudah tahu hanya dengan melihat  mata anak-anaknya, tapi ia berpura-pura tidak tahu, menahan sabar bertahun-tahun, setiap detik ia berharap, bahwa Yusuf, baik baik saja... sebagai orang tua, bagaimana rasanya?

Aku telah menjadi ibu, kubayangkan rasa sakit nabi Yaqub as, aih, perih hati ini, dan tak terasa, air mataku mengalir, ingin tersedu sedan, semakin dibayangkan semakin menyesakkan. 

Belum lagi, terkadang aku marah dan kesal dengan masalah yang timbul tenggelam, tapi dalam lamunan, berkelabat kisah nabi Nuh as, ia tak di dengar, bahkan oleh keluarganya sendiri, selama berpuluh-puluh tahun, lah, ceritaku? tak ada seujung kukunya, aih, sebesar debu sepatu Nabi Nuh as pun tak ada. 

Betapa kerdil dan sepelenya masalah dan beban kesedihan ini, kalaulah mereka bertahan, berdamai dengan tulus hati, pada yang setiap Allah jatuhkan, lalu mengapa aku harus bergelimang kegelisahan?

Aih, indahnya pikiran kalau lagi tidak edan. 

Mereka telah selesai, aku, juga ingin selesai.

Aku mengenal, sangat mengenal, seseorang yang tak kunjung selesai dengan segala yang terjadi pada dirinya, bahkan hingga ia punya cucu. Ada sikap dan perilaku konsisten yang tidak ingin aku tiru. Belajar darinya, jika tak ingin lakukan kesalahan yang sama,  selesaikanlah.

Selesaikanlah.

Cukupkan, tidak berpanjang angan angan. Selesaikan, maju, jika tidak ingin maju, terus berjalan sajalah.

Mereka yang berjalan akan sampai. Entah sampai dimana, aku pun tak tahu,  selama dalam lingkup kebaikan, jalan sajalah

... 

Dimana ada musim yang menunggu? 

Meranggas, merapuh, berganti, dan luruh. 

Bayang yang berserah, terang di ujung sana. 

Yang patah tumbuh

Yang hilang berganti

Yang hancur lebur, akan terobati

Yang pernah jatuh, kan berdiri lagi

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti


Bandaneira. 

Mendung kurang angin

Purwakarta. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai