Berani dan Intuisi

Di dunia ini, ada hal-hal diluar dugaan yang tidak bisa kita kontrol dan tidak sesuai dengan kenyataan yang kita inginkan. Saat kita telah berusaha, bekerja sebaik yang kita bisa, tapi terang, masih belum datang juga.

Pada saat-saat seperti itu, apa yang dapat membuat pikiran ini tetap waras kalau bukan iman? Kalau bukan kembali pada kata-kata "mungkin sudah takdirnya', apa?

Terus terus menerus menolak kenyataan adalah sebuah kebodohan dan langkah awal menuju kegilaan. Terima, mungkin ini memang sudah jalan kita.

Akan tetapi, tahukah kamu....

Psikologi membagi manusia dalam banyak kategori, salah satunya adalah manusia intuisi. Mereka bergerak sesuai dengan suara hati, mengambil keputusan sekehendaknya, realistis atau tidak. Bawaannya, bodo amat.

Manusia intuisi yakin dengan putusan mereka, meski orang-orang diskitarnya tidak yakin, meski ia berakhir berjuang sendiri, meski ia harus panjang bersabar. Keyakinan kuat pada intiuisi diri bukan hal yang serta merta mudah didapat.

Adakalanya, intuisi membuat kenyataan menjadi tidak sederhana. Akibat intuisi yang dituruti, betapa repotnya mengontrol setiap gejolak emosi, menerima kenyataan yang tak diinginkan, dan di tengah kesulitan menghadapi gejolak pribadi, tuntutan kehidupan pun tetap harus dijalankan. Betapa repotnya?

Sakit, tapi tidak menyerah.

Ada kebahagiaan tersendiri saat yakin pada intuisi, salah atau benar, yang penting telah berani.
Berani, meskipun salah, selalu menyisakan pelajaran. Namun ketakutan, tidak menyisakan apapun selain angan-angan,  pertanyaan,  dan penyesalan.

Tidak peduli apa kata orang dan kenyataan yang bertolak belakang, tetapi berani, adalah hal yang membuat kita tetap waras.
Jika berani telah berkibar, sisanya tinggal bersabar.

Berani mengikuti intuisi, berani bertahan dengan keyakinan diri, berani bersabar menghadapi konsekuensi, hanya berani, adalah hal yang harus kita miliki.

KIta hanya perlu mengelus ngelus perasaan dan berkata 'jangan manja'

Saya calon ibu, dan saya mau, anak anak saya lahir dari rahim ibu yang pantas untuk menjadi ibu.
Setidaknya, jika semua langkah ini nampak sia-sia dan tak berguna untuk umat manusia, ada rahim yang mumpuni untuk menerima titipan.

Intuisi, mari berlari.

Kita kerjakan dan kita bersabar.

Nida.
Langit mengilap
Pikiran butuh senter

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai