Kesiapan Menikah

Sekitar dua minggu yang lalu, saya membahas hasil penelitian tentang mengapa kaum dewasa muda (20-30 tahun) menunda pernikahan.
Tapi, disini saya tidak akan membahas hasil penelitian itu karena ada hasil penelitian yang lsbih menarik, yaitu tentang mindful marriage.

Mindful Marriage itu artinya pernikahan yang betul betul disadari. Jadi orang yang memutuskan untuk menikah itu, betul betul sadar bahwa ia akan menikah dengan segala konsekuensi nya sehingga ketika nanti langsung punya anak, atau menghadapi mertua yang di luar dugaan, maka ia terima dan siap menghadapi semua konsekuensi itu. Itu namanya mindful marriage, pernikahan yang betul betul disadari. 

Nah, jadi, disini saya mau bahas tentang 'siap menikah'.  Banyak kalangan praktisi keagamaan, atau orang orang yang aktif di lingkungan keagamaan mengutamakan dalil dan tidak menyadari kondisi diri. Banyak dari mereka yang menghubungkan kesiapan menikah dengan pengetahuan ttg hadits bhwa nikah itu sunnah. 

Karena sudah tahu nikah itu sunnah, tdk boleh menolak laki laki sholeh yang datang, akhirnya memaksakan kesiapan. 

Saya tidak bilang hal itu buruk, itu sah sah saja jika dilakakukan asal orang yang melakukannya  betul betul taat pada agama sehingga ketika ombak datang, dia siap dan tidak menyalahkan keadaan. 

Tapi, kita juga harus tahu bahwa tidak semua orang taat beragama mampu seperti itu. Standar kesiapan setiap orang berbeda beda dan kita tidak bisa memaksakan standar  kesiapan kita pada orang lain. Kenapa?  Karena setiap orang puny pengalaman hidup, sifat, dan karakter yang berbeda. Okelah kita mampu tegar, tapi apakah Orang lain juga akan mampu? Kan belum tentu.

Tahukah kalian, bahwa mindful marriage adalah jenis pernikahan yang paling baik dan memiliki potensi yang besar untuk melahirkan generasi yang berkualitas pula. Karena nikah bukan sebulan dua bulan, lima enam tahun, tapi sisa umur kita, itulah mengapa memang keputusan untuk menikah harus betul betul dipenuhi dengan kesadaran dan kemauan. 

Ada yang menikah saat tidak punya pekerjaan dan uang sama sekali, ya ga papa, kalau memang dia siap, silahkan. Tapi ada juga orang yang rumah ada, penghasilan tetap punya, kendaraan ada, tapi masih juga belum mau menikah, ya ga papa juga, asal bisa nahan diri dari dosa mah, mangga. 

Terus jd gmn atuh teh, berati boleh dong saya nikah usia 35?

Nah,makanya, kembali ke hadits, kesiapan menikah itu tergantung pada sampai sejauh mana kalian bisa menahan diri dari dosa. Udah tau belum tentang hukun fiqih menikah? 
Nih. 

1.wajib: ketika kalian tidak mampu lagi menahan diri dari dosa, bawaannya, kalo ga segera nikah bakal berbuat zina. 

2. Sunnah: ketika kalian tidak punya alasan rasional untuk menunda nikah, tapi masih bisa nahan diri dari zina. 

3. Makruh: ketika kalian punya hal lain yang harus diurusin, alasan2 rasional untuk menunda nikah dan masih bisa menahan diri dari zina. 
Kenapa hukumnya jadi makruh, karena orang seperti ini bahaya jika dipaksakan menikah, ia menikah dalam keadaan terseret urusan lain. Kalau siap mah ga papa, lah kalau ga siap? Kak kasian pasangannya. 

4. Mubah: ketika kalian punya urusan yang lebih harus diurusin, seperti merawat orangtua, membayar hutang keluarga, yang pokonya urusan urusan itu hanya bisa diurusin oleh kalian dan masih bisa menahan diri dari zina. 

5. Haram: ketika kalian tidak mampu menikah,  atau akal yang kurang sehat, seperti gila atau gangguan mental berat lainnya. 
Kenapa haram, karena justru kalau menikah hanya akan memunculkan mudharat yang jauh lebih besar. 

Tuh, kan, jadi hukum nikah itu juga ada tingkatan nya.  Islam itu mudah dan jangan dibuat susah. Kita harus pandai mengukur diri ada di posisi mana dan tidak perlu memaksakan sesuatu. Tapi, bukan berarti mencari cari alasan buat menunda yah. 

Cari alasan itu yang gimana teh, nih, udah tau umur udh cukup, urusan jg ga terlalu banyak, tapi cari kerja males malesan biar ga disuruh nikah. Atau, segala udah ada, orang tua udah nyuruh nikah, ekonomi ada, tapi rewel dalam mencari jodoh. Yah hal hal yang seperti inilah. 

Saya cuma mau bilang, menikahlah dalam keadaan betul betul sadar. Bukan sesuatu yang dipaksakan. Saya, hanya ingin generasi islam jadi lebih baik, karena rumah tangganya, juga dimulai dengan baik, dengan sebuah kerelaan, bukan keterpaksaan. 

Buat para perempuan, kalau kalian belum mau punya anak, kalian punya hak untuk menolak. Karena konsekuensi menikah itu kehamilan. Jadi jangan sampai kalian menikah, dan kaget dengan kehamilan kalian. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perempuan yang memang siap untuk hamil, dengan perempuan yang tidak siap, akan memiliki kedekatan psikologis yang berbeda dengan anaknya. Jika ibunya tidak siap, anak cenderung punya jarak dengan ibunya. Ini bukan soal sholeh dan tidak sholeh, tapi ini tentang ikatan psikologis antara anak dan ibu. Meskipun mereka masih janin, sesungguhnya mereka tetap bisa merasakan penolakan dan penerimaan. 

Apalagi buat laki laki. Kalian akan memimpin, pastikan kalian siap menghadapi persoalan. Minimal, kalian harus selesai diri kalian sendiri. 

Okei? 

Nida 
Mendung, gerimis malu malu. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai