APA (Anak Pecinta Alam)


Saya mengkategorikan diri sebagai seseorang yang menyukai alam. Kesibukan mencari gambar gambar pemandangan keindahan alam untuk dijadikan wallpaper handphone atau sekedar koleksi galeri sudah jadi kebiasaan.

Sedikitnya waktu dan teman untuk bepergian membuat saya memilih sibuk untuk mencari gambar pemnadangan, hehe...
Saya bersyukur, setidaknya masih punya mata yang sehat dan teknologi yang cukup untuk mengakses keindahan alam yang tak bisa dikunjungi.

Sampai suatu ketika,..

terbacalah sebuah blog milik anggota komunitas pecinta alam

Sejujurnya saya tak tahu banyak tentang komunitas itu, yang saya tahu mereka tukang naik gunung ini dan itu, mayoritas anggotanya laki-laki, dan hobi mengobrol tanpa mengenakan baju

Mengapa saya berpikir begitu, karena itulah yang saya lihat. Dahulu, sekre saya dekat dengan sekre anak-anak pecinta alam, yang saya ingat, saya selalu merasa takut jika melintasi sekre mereka, kenapa, karena mereka selalu berkumpul hanya dengan celana pendek, ketawa terbahak-bahak, dan asap rokok mengepul disekitarnya. Bagaimana tidak takut? Kerjaan saya kalau lewat mereka, cukup banyak banyak istigfar dan mengucap taawuudz, hehehe.

Tapi, saya tidak membenci mereka, hanya takut dan sama sekali tak berminat tahu tentang mereka, penglihatan tentang sekumpulan laki laki tanpa baju itu sudah cukup bagi saya untuk memutuskan tidak bertanya, melirik, atau menyelami aktifitas mereka.

Belum lagi ditambah info dr senior saya waktu saya masih maba. Pertama kali saya melihat mereka kumpul tanpa baju, saya langsung masuk sekre,  ambil air putih, dan diam beberapa menit. Senior saya nanya, kenapa nid?  Saya jawab, kang, itu siapa sih, ko pada ga pake baju, emang disini ada kolam renang? Senior saya ketawa. Nid, itu tuh anak pecinta alam, tuh sekrenya, nid, gitu  gitu juga mereka baik loh,
oia, baik gmn kang?
Nih ya, mereka kalo diklat, pulang pulang ga ada yg ga sakit sakit badan, memperlakukan junior secara serius, dididik, dibina, tuh abis diklat ada junior yang jari kakinya patah.
Saya melotot, hah?  Baik apanya.. Aduh definisi baiknya beda sama definisi Nida.
Setelah itu, saya langsung siap siap ke GOR utk latian dan enggan membahas anak pecinta alam.

Nah, setaun kemudian, saya punya teman pengen jadi anak pecinta alam, katanya dia mau daftar jd anggota, waktu itu saya ngelarang, tp dia keukeuh dengan menyampaikan seribu satu khasiat yg bisa didapat, yasudah, saya diam. Kalian tau apa yang terjadi sama teman saya sepulang diklat? Yang satu, kakinya kenapa gitu, pokonya diperban, jalan susah, pincang aja pokoknya. Nah yang satu lagi, tangannya yang patah. Kemudian dengan bangga nya mereka cerita sebab kecelakaan saat diklat, dan otomatis mereka cerita juga betapa kerasnya diklat anak pecinta alam. Disitu saya cuma bergidik ngeri, mengerutkan dahi dan berbisik dalam hati, apan cenah pecinta alam, kenapa pengakaderannya jd nyiksa orang, emang pecinta alam sama kaya organisasi semi militer semacam wanadri atau tim sar gitu? 

Nah, setaun kemudiannya lagi, saya reuni sama temen SMA dan bertemulah sama sahabat satu bangku, dari SMA dia memang udh ikutan ekskul pecinta alam, dulu sih selama sebangku dia ga pernah cerita banyak ttg ekskulnya, paling ngeluh perizinan sekolah aja. Eh, pas sekarang reuni, kalian tau apa ceritanya, dia ngediklat junior dan  ada satu yang meninggal di atas gunung saat diklat, innalillahi wa innaillaihi rojiun. Itu mah, katanya, setelah kejadian riweuuh nyaa buat ngadain kegiatan lagi.. Emang si, meninggalnya krn hipotermia, bkn krn disiksa.. Tapi kan tetep aja ya..

Nah, begitulah kondisi batin saya kenapa jd rada apatis sm komunitas itu dan ga pernah sekalipum terbersit untuk masuk komunitas itu. Saya ga ngerti, kenapa ya mereka begitu. Perasaan kegiatan mereka susah terus tapi mauu aja diterusin. Sampe hari ini saya masih ga ngerti kenapa mereka begitu. 

Tapi, dari blog itu teranglah bahwa anak pecinta alam mempunyai keseruan yang membuat saya iri. Dari cara penulisnya menjabarkan pengalaman dan hikmah yang ia dapat, sepertinya, anak pecinta alam lebih mulia dari yang saya kira.
Atau mungkin, penulis blog itu aja yang pinter ngerangkai kata ya.. Hehehe

Abisnya, sepanjang saya kenal anak pecinta alam, mereka selalu bangga nyeritain segala kesulitan yang mereka hadapi di alam, saya mah cuma mikir aja, terus kalo susah kenapa betah, menurut saya ya, namanya juga pecinta alam atuh ya,  ya harusnya kan kegiatannya didominasi apa gitu yang membuat alam lestari, bukan nyiksa diri sama ngoleksi nama gunung yang udah dinaikin aja. Iya kan ya? Apa saya aja ya yg mikir gini, duh, kalo anak pecinta alam baca tulisan saya mungkin saya udh di ceramahin abis abisan.

Oia, ada satu lagi. Ini mah saya pernah ada komitmen sama seorang super aktifis pecinta alam. Iya, dia suka banget sama organisasinya itu, bagian dari belahan jiwa mungkin ya.,bales sms saya aja bisa dua minggu sekali, lebih lama dari tukang pos, saking sibuknya  mencintai alam tuh.. hehe
Nah, saya si ga masalah sama hobinya, tapi saat itu saya merasa perkataan senior saya benar adanya, mereka, kaum yang menyebut diri pecinta alam itu, eum, karakternya, ga sama kaya kebanyakan orang.  Lebih tulus, tapi kalau udah patah, sembuhnya lamaaaa
Saya denger denger dikit kabar dari orang yang nyeritain dia si, ya gitu, persis sama mainset saya tentang anak Pecinta alam,  aktifitasnya susah susah terus, panjat tebing lah, apa lah.. Haduh.. Naha aya nu kitu nya.. Apan cenah hobi,hobi mah kan harusnya ga butuh effort ya  ngerjainnya, ai ini mah, eleuh.. Lain butuh effort lagi, memang menghabiskan tenaga jiwa dan raga.

Saya juga pernah si naik gunung, lebih dari dua kali lah.. Ya seru si, tapi kalo sering sering, uang saya bisa habis buat manggil tukang urut kayanya, hhe

Tapi, pokonya, sejak saya baca blog itu, kepada seluruh anak pecinta alam di dunia, terlebih dahulu saya memohon maaf atas kesempitan cara saya berpikir. Saya tidak pernah membenci kalian bahkan sejak pertama melihat kalian hanya mengenakan celana pendek tanpa baju dan duduk membentuk lingkaran tak beraturan. Sungguh saya tak memandang negatif kalian, hanya mendefinisikan kalian secara sempit aja. Hhe

Okei...

GImana ya caranya.. saya bisa sering-sering main kaya anak pecinta alam tapi ga perlu ikutan organisasi itu... hehe.
Tugas kuliah numpuk, beban ngajar terus mengejar, dan tanggungan biaya hidup menuntut untuk dipenuhi.

Memang sihh, bagi saya jalan-jalan adalah liburan nomor tiga setalah membaca dan kumpul sekedar mengobrol bersama sahabat. Tidak seperti anak anak pecinta alam yang mungkin menjadikan kunjungan ke alam sebagai hiburan nomor 1. Tapi, wahai pertiwi, sudah lama sekali aku tak menjengukmu.

Aih, wahai koleksi gambar-gambar pemandanganku, gimana ya caranya kita bisa kopi darat tanpa harus bergabung dengan komunitas pecinta alam..
Masa iya pergi sendirian, aku kan perempuan pemalu yang takut keramaian, :p
Pergi bersama sahabat dan teman, aih,umur segini mah susah cari waktu bersama, jangankan rihlah ke alam, sekedar ngumpul buat ngopi bareng aja susaah..
Tapi tenang, ketika tekad telah bulat, selalu ada jalan untuk mewujudkannya. 

Aku si manusia kota ini, rindu ingin pulang. Menuju bumi pertiwi, menikmati pesonamu yang hakiki.

Depok, 25 November 2017
Cerah terang benderang!
Nida.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai