Kembali

Jadi, dua bulan lalu saya kehilangan dompet. Tidak jelas, kalau diingat ingat, munhgkin hilangnya di angkot, terminal, atau depan stasiun kereta. pokoknya itu adalah tiga tempat yang paling ramai yang saya kunjungi di hari hilangnya dompet saya. Saya ingat sekali telah memasukkan dompet ke dalam tas, jadi 80% saya yakin, saya dicopet, bukan karena ketinggalan atau lupa simpan.
Minggu itu juga, saya harus ke Bandung dan voila, dompet saya hilang, tak ada uang, tak ada kartu identitas apapun. Sedih? Jelas. Belum lagi semua bukti admnistrasi perkuliahan saya taruh di dompet plus, kartu tanda mahasiswa yang akan saya gunakan untuk mengembalikan buku perpus juga hilang. Waduh, alamat kena denda karena telat mengembalikan ini mah.

Saya tidak menyerah. Pagi sebelum rapat guru dan ke Bandung, saya nekat ke terminal dengan sisa uang yang ada, berusaha bertanya pada petugas semoga ada yang menitipkannya.
Buru-buru, uang terbatas, terminal lumayan jauh, belum makan karena takut uang ga cukup, dan hasilnya? nihil.

Oke, hidup harus tetap dijalani.

Saya tetap pergi ke rapat guru. Dengan modal bercerita musibah yang baru saja diderita, atas nama solidaritas, guru guru lain memberikan uang sumbangan untuk saya pergi ke Bandung. Alhamdulillah.
Kalau sudah sampai di Bandung mah aman, saya bisa dapat uang untuk makan seminggu setelah dari sana, hehe.

Yasudah, mau dipikir dan malah jadi sakit kepala, saya relakan dompet saya. Segera setelah pulang dari Bandung, saya agendakan ke kantor polisi, mengurus surat ini dan itu, minimal ATM dan Kartu Tanda Mahasiswa.

Waktu berjalan, dompet cukup bersejarah itu tak lagi ingin saya pikirkan.

Sebulan kemudian, saat saya berteman dnegan mimpi yang tenang dan berselimut malam yang khusu, seseorang yang suaranya saya kenal mengetuk kamar saya, berkali kali.
waktu itu mata saya berat sekali dan berharap orang itu segera pergi, jelas pintu di kunci, lampu dimatikan, itu kode keras kalau saya sudah berkelana di alam mimpi.

Tapi, lagi lagi suara itu menggangu perjalanan saya, dengan ketukan yang keras dan berkali kali. Aih, dengan menarik nafas yang  malas,, saya buka selimut, menghampiri pintu, membuka kunci, dan menatap junior saya dengan mata yang nampak seperti orang teler.

"Kakaak, maafiin aku gangguuu..."
"Iya, kenapa?" nada saya berat, kecil, dan hampir hilang...
"Ini kaak, ada yang nemuiiin, katanya supir bis kampus yang nemuin, udah seminggu disimpenin sama supirnyaaa.."
Ia menjulurkan sebuah dopet warna hijau kecoklatan akibat buluk kepada saya
Pupil saya melebar
"Hah, ko bisa ter?" Tiba tiba nada saya jadi seger
yaaa akhirnya kami saling bercerita dan entah bagaimana mekanismenya, dompet itu kembali ke tangan saya, tepat sebulah setelah  ia menghilang.

Terlepas dari ATM dan isi uang yang udah ludes tak bersisa, saya tetap merasa takjub.
Bagaimana bisa, dompet yang hilangnya di tempat antah berantah, sebulan kemudian, kembali dan bahkan di antar ke kamar saya.

Maa syaa Allah

Disitu saya belajar, bahwa
apa yang menjadi milikmu, tidak akan menjadi milik orang lain
bahkan setelah saya sengaja tidak mau membuka pintu pun, teman saya terus mengetuk. Bisa saja dia berpikir, ah ka tsaura udah tidur, nanti aja besok, bisa aja, tapi malam itu juga, dompet itu, mau di engga engga juga, tetap datang juga, kembali kepada pemiliknya.
 
Jadi, teman, kita mah kontrol diri aja, sesuai syariat dan jangan nyakitin orang, Kalau memang milik, mau di engga engga juga, pasti datang. Apakah sekarang atau nanti, memang betul ada sesuatu di luar kuasa manusia yang mengatur hal hal dalam hidup kita.

Jadi, hidup mah dijalani aja.dinikmati.
Tugas, ya dikerjain
Belum ketemu jalan keluar ya sabar sambil terus berusaha
Sakit hati, ya biasa, tinggal jangan sebar kebencian/kemarahan kemana mana
Tidak sesuai harapan, ya tinggal evaluasi diri dan belajar dari hasil evaluasi
Ada orang nyebelin, ya doakan aja semoga dapet hidayah
Saya jerawatan, ya tinggal dipecahin terus dikasi masker, hhe
Ga usah dibawa pusing.

Nikmati, jalani.

Sore, cerah beradu bersama angin
Nida.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuhentikan Hujan

Hati yang Hampa

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai